Sumbangan Ikhwanul Muslimin untuk Kemerdekaan Republik Indonesia
(Pemuda
“Pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM), Hasan Al Banna ternyata pernah menjadi anggota Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Mesir. Atas desakan IM, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi RI.”
Beda dengan pertemuan sebelumnya, malam itu atmosfir rapat terasa agak emosionil! Para kelasi Indonesia yang bekerja di berbagai kapal asing yang tengah merapat di Iskandariyah, Port Said, dan Suez itu banyak yang yakin, jihad fii sabilillah yang tengah digelorakan banga Indonesia melawan penjajah belanda dalam waktu dekat akan sampai pada puncaknya.
Muhammad Zein Hassan, salah seorang mahasiswa
Sambutan para kelasi yang dalam kesehariannya jauh dari tuntunan agama itu sungguh mengharukan. Mereka dengan sepenuh hati menyanggupi hal tersebut. “Jika fatwa sudah turun, kami akan mematuhi,” ujar salah seorang dari mereka.
Tak terasa, jam telah berada di angka satu. Acara ditutup dengan sumpah setia dengan perjuangan bangsanya yang nun jauh di seberang lautan. Seluruh peserta mengangkat tangan kanan dan dikepalkan. Dengan menyebut nama Allah SWT, mereka bertekad akan membantu dengan sekuat tenaga jihad fii sabilillah yang akan digelorakan bangsanya dalam waktu dekat ini.
Sumpah para kelasi tersebut tidak main-main. Terbukti di kemudian hari, dua bulan setelah proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta, dua orang kelasi
“Saat kami tanya mengapa berjalan kaki sejauh itu, mereka menjawab bahwa mereka menerima fatwa yang dibawa teman-teman mereka dari
Walau tidak punya cukup uang, dua orang kelasi itu segera meninggalkan kapal sekutu tempatnya bekerja dan berjalan kaki menuju Mesir, karena di Mesir-lah berada banyak orang sebangsanya.
Di Mesir sendiri kala itu tengah berkembang sikap antipati terhadap penjajahan Inggris. Sikap non kooperatif terhadap penjajah Inggris ini dicetuskan oleh organisasi Ikhwanul Muslimin yang mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Mesir.
Sebagai gerakan dakwah yang menembus sekat geografis, Ikhwanul Muslimin telah memiliki “jaringan iman” dengan berbagai gerakan Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sebab itu, ketika
Serapat-rapatnya sekutu menutup informasi ini, akhirnya pada awal September 1945, sebulan setelah kemerdekaan
Mansur Abu Makarim, seorang informan
Koran dan radio Mesir memuat berita kemerdekaan RI dengan gegap gempita.
Di Mesir saat itu, seorang Arab hanya dihargai sepuluh pound Mesir jika dibunuh atau dilindas kendaraan militer Sekutu tanpa hak mengadu atau menggugat. Sebab itu, proklamasi kemerdekaan sebuah negeri Muslim terbesar di dunia ini disambut dengan luapan kebahagiaan.
Di sejumlah
Bukan itu saja, sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri membentuk “Lajnatud Difa’i’an
Hadir dalam acara itu antara lain Syaikh Hasan Al-Banna dan Prof. Taufiq Syawi dari Al-Ikhwan Al-Muslimun, Pemimpin Palestina Muhammad Ali Taher, dan Sekjen Liga Arab Dr. Salahuddin Pasya.
Dalam pertemuan yang semata didasari ukhuwah Islamiyah, pakar hukum internasional Dr. M. Salahuddin Pasya menyerukan negara-negara Islam untuk sesegera mungkin mendukung, membantu, dan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu, Panitia Pembela
“Jika Inggris membantu Belanda untuk kembali ke
Pada 25 Oktober 1945, sejumlah ulama NU pimpinan KH. Wahid Hasyim bertemu dan mengeluarkan fatwa jihad fii sabilillah melawan penjajah. Fatwa ini bergema ke seluruh nusantara dan disambut dengan gegap gempita.
Fatwa jihad inilah yang melatarbelakangi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya (hingga kini 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan di Indonesia, red.). Untuk memompakan keberanian rakyat
Hanya semangat jihad dan keridhaan Allah SWT yang mampu membuat ribuan rakyat
Kedahsyatan pertempuran
Di berbagai lapangan dan Masjid di Kairo, Mekkah, Baghdad, dan negeri-negeri Timur Tengah, dengan serentak umat Islam mendirikan sholat ghaib untuk arwah para syuhada di Surabaya.
Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada salib menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. “Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di
Dukungan negara-negara Islam di Timur Tengah terhadap kemerdekaan
Wakil-wakil dari
“Mengapa kamu masih saja bersikap diplomatis terhadap seseorang yang ingin menghancurkan negeri kamu!” sergahnya mengingatkan wakil dari
Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama
Selain menggalang opini umum lewat pemberitaan media, yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa
Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.
Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI, juga atas desakan dan lobi yang dilakukan para pemimpin Ikhwan Muslimin, membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946.
Inilah pertama kalinya suatu negara asing mengakui kedaulatan RI secara resmi. Dalam kacamata hukum internasional, lengkaplah sudah syarat
Bukan itu saja, secara resmi pemerintah Mesir juga memberikan bantuan lunak kepada pemerintah RI. Sikap Mesir ini memicu tindakan serupa dari negara-negara Timur Tengah.
Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.
Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir. Termasuk pemimpin Ikhwanul Muslimin Hasan al-Banna dan sejumlah tokoh Ikhwan dengan diiringi puluhan pengikutnya.
Setiap perkembangan yang terjadi di
Ketika Belanda melancarkan agresi Militer I (21 Juli 1947) atas
Walau Mesir terikat perjanjian 1888 yang memberi kebebasan bagi siapa saja untuk bisa lewat terusan Suez, namun keberanian para buruh Ikhwan yang menguasai Suez dan Port Said berhasil memboikot kapal-kapal Belanda.
Pada tanggal 9 Agustus 1947, rombongan kapal Belanda yang dipimpin kapal kapal Volendam tiba di
Puluhan motor boat dan motor kecil sengaja berkeliaran di permukaan air guna menghalangi motor-boat motor-boat kepunyaan perusahaan-perusahaan asing yang ingin menyuplai air minum dan makanan kepada kapal Belanda itu.
Motor-boat para ikhwan tersebut sengaja dipasangi bendera merah putih. Dukungan Ikhwan terhadap kemerdekaan
Walau pemimpin Ikhwan Hasan Al Banna menemui syahid ditembak mati oleh begundal rezim Mesir di siang hari bolong, 12 Februari 1949, dukungan ikhwan terhadap muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar